Hukum Asuransi dalam Islam, Halal Atau Haram?
Saat membicarakan asuransi, terkadang kita yang termasuk golongan muslim kerap merasa ragu. Sebab faktanya, asuransi diharamkan dalam agama Islam.
Padahal, asuransi besar sekali manfaatnya dalam kehidupan kita. Misalnya sebagai proteksi dini dari berbagai hal yang tak diinginkan seperti kecelakaan, penyakit, kebangkrutan, hingga kematian.
Namun kini sudah ada beragam pilihan asuransi syariah yang dijalankan sesuai hukum dan syariat Islam, sehingga dapat kamu pilih tanpa mencoreng prinsip agama Islam.
Sebelum memahami lebih dalam soal asuransi syariah, ada baiknya kamu mengetahui lebih dulu soal hukum asuransi dalam Islam beserta prinsip yang dijalankan di dalamnya. Sehingga kamu akan mendapat pemahaman yang luas terkait asuransi di mata Islam.
Penjelasan hukum asuransi dalam islam
Dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, ditetapkan bahwa asuransi syariah (ta’min, takaful, atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang / pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru’ yang memberi pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Perusahaan asuransi syariah selaku pihak yang bertugas mengelola dana nasabah wajib berjalan dengan landasan prinsip syariah, tidak mengandung unsur perjudian (maysir), ketidakpastian (gharar), riba, dan barang yang di dalamnya terkandung maksiat terlebih lagi barang haram.
Dalam asuransi syariah, juga ditetapkan pemberlakuan akad tijarah dan tabarru’. Akad tijarah adalah bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial, sedangkan akad tabarru’ adalah akad dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata komersial.
Dalam akad tijarah, diberlakukan mudharabah dimana hanya ada satu pihak yang menanam modal secara 100%. Pihak lainnya yang bekerjasama bertugas untuk mengontribusikan keahliannya. Maka dari itu, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib atau pengelola, sedangkan peserta asuransi bertindak sebagai shahibu mal atau pemegang polis.
Perusahaan asuransi nantinya memperoleh keuntungan dengan sistem bagi hasil dari pengelolaan dana pemegang polis tersebut.
Sementara dalam akad tabarru’, diberlakukan hibah dimana peserta asuransi memberi hibah yang digunakan untuk menolong peserta lain yang tertimpa musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah. Perusahaan nantinya memperoleh ujrah atau imbalan dari hibah yang dijalankan.
Jika seluruhnya dijalankan dengan baik dan sesuai dengan syariat yang telah ditentukan, maka hukum asuransi dalam Islam adalah halal dan diperbolehkan. Bahkan, manfaat asuransi syariah yang sesuai juga cukup banyak untuk umat muslim.
Sama halnya dengan asuransi jenis lainnya. Hukum asuransi jiwa dalam Islam ataupun asuransi lainnya pun diperbolehkan selama menjauhi larangan Allah SWT dan dijalankan dengan syariat Islam. Maka dari itu, amannya kamu dapat memilih jenis asuransi syariah agar terjamin kehalalannya.
Promo Harga Asuransi Jiwa dan Asuransi Lainnya 2023
Dapatkan Harga Termurah dari pialang asuransi terdaftar di OJK, PT Anugrah Atma Adiguna, untuk pembelian polis asuransi jiwa terbaik dengan Diskon 15%!
Cek informasi lengkapnya, mulai dari premi hingga manfaat pertanggungan, dengan mengklik tautan di bawah ini.
- Asuransi Pendidikan
- Asuransi Jiwa Murni
- Asuransi Orang Tua
- Asuransi Unit Link
- Asuransi Jiwa Syariah
- Asuransi Jiwa dengan Pengembalian Premi (Asuransi Jiwa RoP)
- Asuransi Perjalanan
- Asuransi Perjalanan Visa Schengen
- Asuransi Kecelakaan
- Asuransi Mikro
Cek informasi lengkap pilihan brand terbaik yang menyediakan manfaat pertanggungan asuransi jiwa untuk menjamin masa depan anak dan keluarga berikut ini.
Hukum asuransi dalam Islam disebut takaful
Asuransi syariah kerap disebut dengan istilah takaful. Sejatinya, istilah ini berasal dari bahasa Arab dan memiliki arti saling tolong menolong.
Di Indonesia, memang penyebutan asuransi syariah lebih umum dan jamak digunakan. Namun secara global, istilah yang umum dipakai adalah takaful.
Dalam hukum islam asuransi disebut takaful karena prinsip asuransi syariah memang berpusat pada kegiatan tolong menolong, dimana seluruh peserta asuransi saling menolong peserta lain dalam kebajikan kala salah seorang di antara mereka mengalami risiko.
Dengan adanya kegiatan ini, peserta dapat saling memberi rasa aman, meningkatkan rasa kepedulian antar saudara seagama, dan meningkatkan sikap gotong royong.
Praktik asuransi syariah sejatinya sudah lama dioperasikan, bahkan sudah bisa ditemui pada zaman Nabi Muhammad SAW. Di zaman dahulu, sekitar tahun 570 SM, ada kegiatan yang dinamakan Aqilah.
Di Arab kala itu, jika ada salah satu anggota suku yang mati terbunuh oleh anggota suku lainnya, maka pihak keluarga atau pewaris dari korban akan menerima uang darah (diyat) sebagai kompensasi. Uang ini wajib dibayarkan oleh saudara terdekat si pembunuh yang disebut Aqilah.
Kesiapan untuk membayar kontribusi ini disamakan dengan premi yang ada dalam praktik asuransi syariah. Sedangkan kompensasi yang dibayar oleh Aqilah dapat disamakan dengan nilai pertanggungan atas adanya kematian yang tak diharapkan dalam praktik asuransi.
Pada perkembangan selanjutnya, sistem Al-Aqilah ini diterima oleh Nabi Muhammad SAW dan menjadi bagian dari hukum Islam. Bahkan aturan ini diwajibkan selama periode Khalifah Umar bin Khattab menjabat.
Praktik ini berjalan cukup lama karena dinilai memiliki tujuan yang baik, yaitu untuk mengurangi pertumpahan darah, menggantikan tanggung jawab individu menjadi tanggung jawab bersama, meringankan beban keuangan individu, dan mengembangkan semangat kerja sama dan persaudaraan.
Kemudian, di tahun 1979, Faisal Islamic Bank of Sudan memprakarsai berdirinya perusahaan asuransi syariah pertama yang bernama Islamic Insurance Co. Ltd. di Sudan dan Arab Saudi. Keberhasilan instansi ini pun akhirnya menginspirasi banyak perusahaan asuransi syariah lainnya di seluruh penjuru dunia.
Di Indonesia, perusahaan yang menjadi pelopor asuransi syariah pertama adalah Takaful Indonesia. Perusahaan ini mulai merintis bisnisnya di tanah air pada tahun 1994.
Hingga kini, praktik asuransi syariah modern banyak dipilih masyarakat karena dinilai sejalan dengan hukum dan syariat agama Islam, selain itu menyuarakan prinsip saling tolong yang mengedepankan kebaikan dan kerukunan bersama yang tentunya sangat baik dan positif.
Prinsip asuransi syariah
Ada empat prinsip yang mendasari asuransi syariah, yakni:
1. Saling bertanggung jawab
Artinya, para peserta asuransi syariah wajib memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta yang mengalami musibah atau kerugian yang tak diinginkan dengan niat yang ikhlas dan didasari keinginan untuk beribadah dan mengharap ridha Allah SWT.
2. Saling bekerja sama atau saling membantu
Dengan sistem sharing risk, artinya para peserta diwajibkan untuk saling bekerja sama dan tolong-menolong di kala ada peserta yang tengah tertimpa musibah yang merugikannya.
3. Saling melindungi penderitaan satu sama lain
Selain saling bantu, artinya para peserta juga bisa saling melindungi di antara sesamanya dari penderitaan akibat musibah atau kejadian yang merugikan. Tujuannya tentu supaya kerugian yang diderita bisa menjadi lebih ringan.
4. Menghindari unsur gharar, maysir dan riba
Prinsip lain yang tak kalah penting adalah pengelolaan dan pengalokasian dana dalam asuransi syariah wajib terhindar dari hal-hal yang dilarang agama seperti gharar (ketidakpastian), maysir (perjudian), dan riba. Sebab, hukum asuransi dalam Islam dinyatakan halal dan diperbolehkan selama menjauhi hal-hal tersebut.
Perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional
Asuransi, apapun bentuknya, kini umum dihadirkan dalam dua jenis yang berbeda, yaitu asuransi konvensional dan asuransi syariah.
Jika kamu perhatikan, sudah banyak asuransi yang diberi label syariah, baik itu asuransi jiwa, asuransi pendidikan, bahkan asuransi kesehatan.
Namun apakah kamu mengetahui perbedaan utama yang dimiliki oleh asuransi konvensional dan asuransi syariah?
1. Pengelolaan dana
Perbedaan utama antara dua jenis asuransi ini terletak pada prinsip pengelolaan dana peserta asuransinya. Pada asuransi konvensional, dana yang didapat dari peserta akan dikelola dengan konsep transfer risk. Disini, pihak penyelenggaralah yang bertanggungjawab untuk memberi perlindungan jika ada hal buruk yang menimpa nasabah asuransi.
Berbeda dengan asuransi syariah yang menerapkan konsep sharing risk dimana seluruh peserta saling tolong saat menghadapi suatu risiko lewat investasi aset (tabarru’) sesuai syariat Islam yang pengelolaannya dilakukan oleh perusahaan penyelenggara dengan imbalan ujrah.
2. Perbedaan perjanjian
Dalam perjanjian asuransi syariah, dilakukan akad yang mengutamakan tolong menolong antar sesama, bukan semata-mata komersial atau demi kepentingan pribadi.
Sistemnya sharing risk, artinya peserta bahu-membahu menolong peserta lain yang sedang tertimpa musibah. Sehingga, saat ada peserta yang mengajukan klaim, maka dananya didapat dari kumpulan dana premi yang disetorkan peserta lainnya.
3. Tak ada dana hangus
Di asuransi konvensional, ada istilah dana hangus yang berarti uang premi yang telah dibayarkan ke perusahaan asuransi akan menjadi hak milik perusahaan asuransi dan tidak akan dikembalikan jika tidak ada klaim hingga masa pertanggungan berakhir.
Namun pada asuransi syariah, tidak ada dana hangus karena semua uang premi yang telah disetorkan akan dikembalikan kepada peserta. Besaran premi asuransi syariah akan ditetapkan pada akad di awal perjanjian. Biasanya, ada pemotongan sedikit untuk biaya sosial.
4. Diawasi ketat
Sistem pengelolaan dana yang ada dalam asuransi syariah harus dijalankan sesuai syariat Islam, sehingga terjaga kehalalannya. Sebab hukum asuransi dalam Islam adalah halal asalkan berpegang teguh pada pedoman dan syariat yang ditentukan.
Maka dari itu, pengelolaan dananya harus berada di bawah persetujuan dan pengawasan Dewan Syariah Nasional.
5. Konsep Keuntungan
Karena dana tabarru’ yang masuk ke perusahaan asuransi syariah masih merupakan hak milik peserta, maka semua keuntungan yang dihasilkan dari pengelolaan dana tersebut juga akan dibagi hasilnya dengan para peserta sesuai skema yang telah ditentukan.
Nantinya, perusahaan akan mendapat keuntungan berupa dana imbalan pengelolaan sesuai dengan besaran yang telah disepakati.
6. Transparan
Keunggulan lain dari asuransi syariah adalah adanya pengelolaan yang transparan mulai dari kontribusi, surplus underwriting, hingga hasil investasinya.
Setiap peserta asuransi bisa memperoleh laporan yang transparan perihal pengelolaan dana mereka karena peserta tetap berstatus sebagai pemilik dana.
7. Wakaf dan Zakat
Salah satu keunggulan lain, setiap prosedur pengelolaan dana dalam asuransi syariah menyertakan zakat dan wakaf. Sehingga dana dari peserta dialokasikan langsung untuk membayar zakat dan wakaf sesuai ketentuan yang berlaku.
Hukum asuransi konvensional dalam islam
Bagi kamu yang masih ragu dalam memilih asuransi syariah dan masih mempertimbangkan ingin memilih asuransi konvensional, sebetulnya sah-sah saja. Namun perlu diingat, hukum asuransi konvensional dalam Islam tidaklah diperbolehkan dalam agama Islam.
Alasannya, dalam asuransi konvensional, masih ada unsur ribawi, ketidakjelasan, serta perjudian yang terang-terangan dilarang dalam agama Islam.
Pertama, akad yang dilakukan adalah akad untuk mencari keuntungan. Selain itu, ada unsur ketidakjelasan atau gharar yang mana tidak ada kejelasan kapan nasabah bisa mengajukan klaim. Nasabah baru bisa mengajukan klaim ketika mengalami kerugian seperti kecelakaan atau risiko lain. Padahal hal ini sifatnya tak tentu dan belum pasti terjadi.
Selain itu, jumlah dana klaim yang didapat juga tidak jelas. Bisa jauh melebihi premi yang dibayarkan, bisa juga hanya sebagian kecil dari premi yang dibayarkan.
Tentunya semua nasabah mengharapkan keuntungan yang besar dari premi yang dibayarkan, maka dari itu ada unsur perjudian di sini. Sebab, semua nasabah yang menanamkan modal di asuransi memiliki harapan bahwa keuntungan yang didapat bisa berkali-kali lipat di saat ia tertimpa musibah.
Bila perusahaan asuransi membayar uang hasil pengajuan klaim ke nasabah atau ke ahli warisnya dalam jumlah lebih besar dari nominal premi, maka itu masuk dalam golongan riba fadl. Adapun bila perusahaan membayar klaim sebesar premi namun ada penundaan pembayaran klaim, maka hal ini menjadi riba nasi’ah (penundaan).
Hal-hal di atas membuat hukum asuransi jiwa dalam Islam maupun asuransi konvensional lainnya menjadi haram.
FAQ
Mengapa asuransi Haram dalam Islam?
Hukum asuransi konvensional dalam Islam menjadi haram apabila di dalamnya terdapat unsur-unsur yang dilarang oleh agama, seperti judi (maysir), ketidakjelasan (gharrar), dan riba.
Asuransi kesehatan apakah haram?
Hukum asuransi kesehatan, apabila sistemnya konvensional, adalah haram jika di dalamnya terdapat unsur judi (maysir), ketidakjelasan (gharrar), dan riba. Maka dari itu, kamu bisa memilih opsi lain yang lebih aman dan diperbolehkan, seperti asuransi kesehatan syariah yang kini banyak ditawarkan oleh perusahaan asuransi takaful.
Bagaimana kedudukan asuransi menurut Islam?
Sesungguhnya tidak ada bukti jelas yang menyebut kata asuransi halal atau haram di dalam Al-Quran maupun hadist, namun praktik asuransi syariah telah dijalankan sejak zaman Nabi Muhammad SAW di bawah nama Aqilah. Fatwa MUI pun menegaskan bahwa asuransi syariah diperbolehkan bagi umat muslim karena di dalamnya ada transparansi dan akad tolong menolong yang tidak mengedepankan keuntungan komersial. Sistem pengelolaannya pun diawasi ketat oleh Dewan Syariah Nasional sehingga prosesnya dijamin jauh dari riba atau hal-hal lainnya yang dilarang agama.