Perjanjian Asuransi – Pengertian, Dasar Hukum, dan Syarat Sahnya
Salah satu hal penting bagi seseorang saat memutuskan untuk melakukan pembelian asuransi adalah perjanjian yang ada di dalamnya.
Perjanjian asuransi ini merupakan sebuah kontrak tertulis antara seorang nasabah dengan perusahaan asuransi sebelum polis diterbitkan.
Semua perjanjian asuransi diantara nasabah dan pihak asuransi ini tentunya memiliki isi yang berbeda setiap orang tergantung jenis atau produk apa yang diambil dan bagaimana profil personal dari nasabah.Â
Jadi saat melakukan kegiatan ini, sangat penting bagi nasabah untuk memperhatikan dengan seksama poin-poin yang terkandung di dalamnya agar terhindar dari kesalahpahaman di masa yang akan datang.
Pengertian dan teori perjanjian asuransi
Berdasarkan ââPasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, Perjanjian asuransi merupakan sebuah perjanjian yang berisi tentang tanggung jawab pihak penanggung (perusahaan asuransi) terkait dengan premi yang dibayarkan oleh pihak tertanggung (nasabah).
Pembayaran premi yang dilakukan oleh nasabah secara berkala ini adalah uang jasa kepada pihak perusahaan asuransi untuk melindunginya dari berbagai kerugian, kehilangan dan kerusakan dari segala kejadian yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang.
Hal inilah yang membuat perjanjian asuransi menjadi kontrak yang solid sekaligus mengikat diantara kedua belah pihak dan bersifat timbal balik sehingga perlu menjadi perhatian utama saat memulai membeli produk asuransi.
Didalamnya, perjanjian asuransi juga akan mengatur segala persyaratan yang harus dipatuhi oleh pihak tertanggung dan penanggung. Terutama dengan bagaimana kewajiban nasabah untuk membayarkan sejumlah uang untuk premi.
Ditambah, ada pula kewajiban pihak penanggung dalam arti perusahaan asuransi untuk memberikan ganti rugi dan perlindungan kepada pihak tertanggung akibat peristiwa yang tidak pasti.
Dasar hukum perjanjian asuransi
Dalam perjanjian asuransi, tentu dinaungi oleh dasar hukum yang kuat sehingga akan melindungi kedua belah pihak dari adanya penyelewengan dan hal-hal yang tidak diinginkan di masa yang akan datang.
1. Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Dasar hukum perjanjian asuransi ini terdapat pada pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang menyebutkan bahwa:
âAsuransi adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung. Dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentuâ
2. Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No.2 Tahun 1992
Dasar hukum perjanjian asuransi yang selanjutnya yaitu Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian (UU asuransi). Dimana pada pasal ini disebutkan bahwa:
âAsuransi atau pertanggungan adalah perjanjian yang terjadi di antara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan cara menerima sejumlah premi asuransi untuk memberikan layanan penggantian kepada tertanggung akibat adanya kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung akibat terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang dilakukan karena meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.â
Asas-asas hukum perjanjian asuransi
Dalam melakukan perjanjian asuransi, selalu ada asas hukum dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi di dalamnya.
Hal ini karena perjanjian asuransi memiliki ciri khas khusus yang membedakannya dengan dengan jenis perjanjian lainnya.
Berikut adalah asas-asas hukum dalam perjanjian asuransi berdasarkan pasal KUHD yang dilansir dari Handri Raharjo dalam Hukum Perjanjian di Indonesia, diantaranya adalah:
1. Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas penting dalam hal hukum perjanjian terutama asuransi. Pada asas ini adalah hasil wujud dari manusia yang bebas dengan tetap didasari dengan hak asasi manusia.
Asas kebebasan ini juga meliputi kebebasan dengan siapa penjanjian diadakan dan juga kebebasan untuk menentukan isi kontrak asal telah disepakati oleh semua pihak.
2. Asas konsensualisme
Asas Konsensualisme atau ketentuan yang mengikat ini telah tertuang dalam Pasal 1320 KUHPerdata.Â
Dimana pada asas ini memberitahukan dengan tegas bahwa perjanjian hanya bisa dilakukan saat ada kesepakatan di antara kedua belah pihak.Â
Hal ini berarti bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk menyatakan pendapat yang dirasa baik untuk menciptakan sebuah perjanjian.
3. Asas keseimbangan
Pada asas keseimbangan dalam sebuah perjanjian, khususnya asuransi setiap pihak yang terlibat di dalamnya wajib untuk memenuhi dan menjalankan perjanjian yang telah mereka buat dan sepakati bersama.
4. Asas kepercayaan
Asas selanjutnya adalah kepercayaan. Asas ini memiliki arti bahwa baik pihak tertanggung maupun penanggung harus saling menumbuhkan rasa percaya satu sama lain terkait kewajiban dan hak yang akan dijalankan oleh masing-masing pihak.
Tanpa adanya kepercayaan, tentu perjanjian diantara kedua belah pihak tidak akan pernah bisa diwujudkan dengan baik dan sempurna.
Syarat sah perjanjian asuransi
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sah perjanjian asuransi, terdapat 4 hal penting yang harus diperhatikan oleh semua pihak yang terlibat di dalam perjanjian tersebut. Keempat syarat sah tersebut ialah:
1. Kata sepakat untuk mengikatkan diri
Syarat sah perjanjian asuransi yang pertama adalah kata sepakat diantara kedua belah pihak.
Hal yang terkait dalam sepakat ini menyangkut tentang hal-hal pokok dari di dalam perjanjian tersebut telah saling dikehendaki satu sama lain untuk semua pihak yang terlibat di dalamnya.
2. Kecakapan dalam membuat suatu perjanjian
Syarat sah kedua adalah adanya kecakapan dari pihak yang terlibat dalam membuat suatu perjanjian.
Dimana dalam Pasal 1330 KUHPerdata dijelaskan bahwa terdapat tiga golongan yang dinilai tidak cakap dalam membuat suatu perjanjian yang menyebabkannya menjadi tidak sah secara hukum, yaitu:
- Anak kecil atau belum berusia dewasa.
- Orang yang sedang berada dalam pengampuan atau paksaan.
- Orang yang waras.
3. Suatu hal tertentu
Syarat ini merupakan dasar dari lahirnya suatu perjanjian.
Dimana, perjanjian ini akan menjadi jaminan bagi penanggung untuk memberikan hak pihak tertanggung atas resiko yang mungkin akan menimpanya di masa yang akan datang.
4. Suatu sebab yang halal
Maksud dari sebab yang halal dalam sebuah perjanjian ini memiliki maksud bahwa poin-poin yang tertera di dalamnya tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, maupun ketertiban umum.
FAQ
Bagaimanakah sifat perjanjian asuransi?
Berdasarkan buku karya Anglo Saxon mengenai sifat-sifat yang harus ada dalam perjanjian asuransi ini, yaitu:
1. Perjanjian asuransi harus bersifat aletair
Sifat aletair dalam perjanjian asuransi adalah kondisi dimana prestasi dari penanggung harus digantungkan dengan suatu syarat yaitu peristiwa yang belum pasti terjadi.
Sedangkan, prestasi yang nantinya dilakukan oleh penanggung tentu menjadi hal sudah pasti akan dilakukan.
2. Perjanjian bersyarat
Perjanjian ini merupakan suatu perjanjian yang prestasi penanggung hanya akan terlaksana apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian dipenuhi.
Pihak tertanggung pada satu sisi tidak berjanji untuk memenuhi syarat, tetapi ia tidak dapat memaksa penanggung melaksanakan kewajiban yang telah tertera di dalam perjanjian kecuali syarat-syarat yang ada telah dipenuhi.
3. Bersifat Sepihak (unilateral)
Sifat sepihak atau unilateral dalam perjanjian asuransi ini hanya dapat dijanjikan oleh pihak penanggung yaitu perusahaan asuransi.
Dimana pihak penanggunglah yang legal memberikan janji perlindungan dan ganti rugi kepada pihak tertanggung apabila sudah dipenuhi kewajibannya seperti pembayaran premi.
4. Perjanjian asuransi bersifat pribadi
Maksud dari bersifat pribadi atau personal dalam perjanjian asuransi berarti bahwa kerugian yang diperkirakan akan hadir di dalamnya merupakan kerugian secara pribadi bukan kerugian untuk masyarakat secara luas.
5. Perjanjian yang melekat pada syarat penanggung (adhesion)
Dalam perjanjian asuransi, seluruh syarat dan isi perjanjian yang tertera di dalamnya semua diputuskan oleh pihak penanggung secara utuh dan kemudian dituangkan ke dalam polis.Â
Hal inilah yang kemudian akan diminta persetujuannya kepada pihak tertanggung menenaik poin-poin yang telah diajukan.
6. Perjanjian dengan syarat itikad baik yang sempurna
Sifat dalam perjanjian asuransi untuk memiliki itikad baik yang sempurna ini memiliki makna bahwa semua pihak sama-sama sudah sepakat dengan apa yang tertera di dalam dokumen sehingga akan terbebas dari cacat kehendak.
Apa saja bentuk perjanjian asuransi?
Ada beberapa bentuk perjanjian asuransi yang kerap kali digunakan pihak penanggung kepada para tetanggungnya atau nasabah, diantaranya adalah:
1. Company police (polis perusahaan)
Ini merupakan bentuk perjanjian asuransi atau biasa dikenal dengan polis yang berisikan seluruh kondisi dan persyaratan dari perusahaan penerbit polis dan hanya digunakan untuk perusahaan yang bersangkutan saja.
2. Standard policy (polis standar)
Polis standar merupakan salah satu bentuk perjanjian asuransi yang seluruh isi di didalamnya diberlakukan oleh pihak perusahaan penanggung untuk para nasabahnya seperti asuransi jiwa, kesehatan hingga kendaraan bermotor.
3. Consortium policy (polis konsorsium)
Ini merupakan polis dimana seluruh kondisi dan persyaratan yang tertera di dalam perjanjian merupakan hasil kesepakatan di antara seluruh anggota pool/konsorsium dan diberlakukan bagi para anggota saja.
4. Bourse policy (polis bursa)
Terakhir, bentuk perjanjian asuransi lainnya adalah Bourse Policy (Polis Bursa). Ini merupakan polis yang kondisi serta persyaratan yang tertera di dalamnya didasarkan pada suatu bursa tertentu.
Kemudian perusahaan asuransi akan memiliki kebebasan untuk menentukan polis bursa mana yang akan digunakan.